MEDIA SOSIAL SEBAGAI SENJATA PEWARTA KEBENARAN: REFLEKSI UNTUK PEMUDA KATOLIK KOMDA KEPRI
Oleh Nimrod Siahaan, S.Ak – Ketua Pemuda Katolik Komda Kepri
Di era digital ini, media sosial tidak lagi sekadar alat hiburan atau komunikasi personal. Ia telah menjelma menjadi panggung peradaban, arena pertarungan gagasan, dan saluran pengaruh yang sangat kuat. Bagi organisasi masyarakat, khususnya Pemuda Katolik Komisariat Daerah (Komda) Kepulauan Riau, media sosial bukan hanya alat promosi — ia adalah senjata strategis dalam membangun identitas, membela kebenaran, dan menyuarakan harapan.
Membangun Branding Organisasi yang Autentik
Branding organisasi bukan lagi soal mencetak spanduk atau berbicara di mimbar. Di era digital, branding adalah tentang konsistensi nilai dan narasi yang dibangun di ruang maya. Instagram, Facebook, dan TikTok menjadi medan pewartaan baru. Ketika Pemuda Katolik Komda Kepri mengunggah kegiatan bakti sosial, doa lintas iman, atau refleksi kebangsaan — yang dibagikan bukan hanya gambar, melainkan identitas rohani dan nasionalis yang hidup.
Citra organisasi tidak dibentuk dalam ruang hampa, tetapi melalui interaksi publik yang intens dan terbuka. Karena itu, pemanfaatan media sosial secara terencana dan berkarakter menjadi sangat krusial. Pemuda Katolik tidak cukup dikenal hanya lewat kegiatan internal — tapi harus dikenal karena pesan moral dan keberpihakannya terhadap keadilan dan persaudaraan.
Media Sosial Sebagai Pewarta Kebenaran
Lebih dari sekadar branding, media sosial adalah media pewartaan — bukan hanya kabar baik secara religius, tetapi juga kebenaran sosial. Dalam dunia yang dipenuhi hoaks, ujaran kebencian, dan narasi perpecahan, suara Pemuda Katolik harus hadir sebagai penyejuk dan penegak nilai.
Inilah yang membedakan penggunaan media sosial secara strategis dan spiritual. Bukan sekadar viral, tetapi bernilai dan bermakna. Seorang pemuda Katolik yang mengunggah kutipan Paus Fransiskus tentang persaudaraan atau membagikan kampanye solidaritas untuk korban bencana tidak hanya “aktif di media sosial”, tetapi juga menjadi pewarta kebenaran digital.
Hal ini sejalan dengan seruan Paus Benediktus XVI dalam Pesan Hari Komunikasi Sosial Sedunia 2013 yang menyatakan:
“Jaringan sosial digital dapat memperkuat ikatan persaudaraan manusia jika digunakan secara bijaksana dan penuh tanggung jawab.”
Dan juga ditegaskan dalam dokumen Vatikan “The Church and Internet” (2002):
“Gereja tidak hanya hadir di internet, tetapi harus menjadi pelaku aktif di dalamnya, menghadirkan nilai-nilai Injil ke dalam dunia maya dengan cara yang menarik, relevan, dan etis.”
Menjawab Tantangan Zaman dengan Keberanian Baru
Namun, peran ini tidak hadir otomatis. Ia menuntut keberanian, kreativitas, dan literasi digital yang mendalam. Tantangan utamanya adalah sikap apatis, ketidakkonsistenan, dan dominasi narasi destruktif yang seringkali lebih cepat menyebar daripada nilai-nilai kebenaran.
Di sinilah pentingnya manajemen media sosial yang serius dalam struktur organisasi. Tim media sosial bukan sekadar admin, tetapi para misionaris digital. Mereka adalah jantung komunikasi publik organisasi yang bertugas menjaga nyala harapan, membangun citra, dan menyampaikan suara Gereja dan Bangsa dalam gaya bahasa milenial dan relevan.
Menjadi Garam dan Terang Dunia Digital
Pemuda Katolik Komda Kepri dipanggil untuk menjadi “garam dunia dan terang dunia” (Matius 5:13-16). Dunia digital adalah bagian dari dunia itu. Maka, jika Pemuda Katolik ingin hadir secara utuh dalam kehidupan masyarakat, kehadirannya di media sosial harus bukan hanya eksis, tapi signifikan.
Pemuda Katolik memiliki peluang besar untuk menjadikan media sosial sebagai wajah modern pewartaan, mengajak lebih banyak orang muda untuk tidak hanya aktif, tapi juga berdampak. Ketika postingan kita menginspirasi, menyentuh, atau membela yang tertindas, saat itulah kita sedang melaksanakan misi pewartaan sejati.
Penutup
Media sosial bukan hanya alat komunikasi — ia adalah medan perjuangan, tempat iman dan integritas diuji. Bagi Pemuda Katolik Komda Kepri, ia adalah alat evangelisasi kontemporer yang bisa menjangkau lebih jauh, lebih luas, dan lebih dalam.
Maka, mari kita gunakan media sosial bukan hanya untuk dilihat, tapi untuk bersaksi. Bukan hanya untuk bicara, tapi untuk mengubah.