Jakarta- Wakil ketua Departemen Media dan Digitalisasi Program PP Pemuda Katolik, Fransiska Silolongan menegaskan permintaan pimpinan Komisi VIII (bidang agama) DPR agar penayangan film His Only Son dihentikan, mencerminkan sikap arogan dan tidak bijaksana.
Fransiska menyatakan, alasan permintaan tersebut, yakni bahwa Film itu tidak sesuai dengan cerita Nabi Ibrahim versi Islam, menunjukkan hasrat untuk mendominasi ruang publik dengan berlandaskan pada mayoritanisme.
“Film His Only Son terinspirasi dari kisah Abraham dalam Alkitab Kristiani, dan harus diingat bahwa umat Kristiani adalah bagian dari bangsa ini, yang berhak menikmati tontonan yang selaras dengan keimanannya di ruang-ruang publik,” tegas Fransiska dalam keterangan tertulisnya, Selasa 12 September 2023.
Dan menurut Fransiska, film tersebut beredar secara komersil sebagai tontonan berbayar, sehingga bebas bagi masyarakat untuk memilih menonton atau tidak menonton.
Meminta film tersebut dilarang, menunjukkan arogansi politisi yang merepresentasikan hasrat kelompok dominan agar diistimewakan, dan mendominasi ruang publik, inilah tirani mayoritanisme,” tambah tokoh muda asal Toraja itu.
Fransiska menegaskan, pelarangan film His Only Son hanya akan menghambat terwujudnya relasi sosial-keagamaan yang setara dan adil.
Padahal, sambungnya, relasi sosial yang adil dan setara adalah syarat sebuah negara demokrasi.
“Negara demokrasi mensyaratkan adanya pengakuan hak dan kewajiban yang setara antara semua kelompok, apapun identitas agama, ras, etnis maupun status sosialnya,” tegas Fransiska.
“Maka, permintaan pimpinan Komisi VIII DPR itu telah melanggar prinsip demokrasi, karena mengandung tirani mayoritanisme,” tambahnya.
Seperti diketahui, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Tubagus Ace Hasan Syadzily meminta film His Only Son dilarang ditayangkan di bioskop maupun platform apapun.
Permintaan itu didasari alasan bahwa film yang berkisah soal Abraham itu, dinilai tidak sesuai dengan cerita Nabi Ibrahim versi Islam.