Pemuda lintas agama dan budaya di Batam yang tergabung dalam Gazebo Toleransi Batam merespon situasi migran di Batam yang akhir-akhir ini menjadi sorotan publik. Mereka menggagas Sarasehan Kemanusiaan bertemakan “Problematika Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Kota Batam” pada Minggu (26/2) di Gazebo Pondok Pesantren Sirrul Illahiyah, Batam.
Takat Prasetyo, Ketua Gazebo Toleransi Batam kepada media mengatakan urgensi sarasehan dan tema yang dipilih. “Sebagai pemuda lintas agama dan budaya kita merespon situasi publik di Batam. Kami ingin menyoroti dari sisi kemanusiaan problematika PMI di Batam yang saat ini sedang menjadi perhatian publik, sehingga kami kompak dalam menyuarakan keresahan publik…” ujar Takat yang juga Ketua GP Ansor Sagulung.
Tampak hadir dalam Sarasehan Kemanusiaan; Bapak Nuryanto, SH Ketua DPRD Kota Batam, Irwan Setiawan dari aktivis Yayasan Embun Pelangi, Kombes Amingga Primastito dari BP3MI Kepri, Effendi Sekedang dari LBH GP Ansor Batam, Herman Simbolon dari Pembina Gazebo Toleransi Batam, dan para pemuda dari berbagai organisasi kepemudaan; GP Ansor-Banser Kota Batam, Pemuda Katolik Komda Kepri dan Komcab Batam, GAMKI Kepri, Peradah Kepri, Permabudhi Kepri. Turut hadir berbagai organisasi mahasiswa, dan organisasi berbasis seni budaya.
Sebagai pemantik diskusi, Kombes Aminggas dari Balai Pelayanan Perlindungan PMI (BP3MI) memetakan situasi PMI di Batam. Aminggas merunut dari sisi sosio historis adanya struktur pemerintahan (kerajaan) Melayu yang menjangkau wilayah Indonesia, Malaysia, Singapura, yang menimbulkan interaksi sosial, keterhubungan masyarakat. Lebih lanjut ia mengelaborasi berbagai aspek lain yang menjadi faktor mengapa ada PMI; aspek sosial ekonomi; perbedaan gaji di negara-negara lain, kontrak kerja yang kontinyu, dan lain sebagainya.
Ketua LBH GP Ansor Batam Effendi Sekedang, SH., MH, memantik diskusi dengan pertanyaan reflektif, sudahkan peraturan-peraturan yang sudah ada telah efektif melindungi PMI, lebih lanjut Effendi juga menyoroti dari sisi peran aktivis-aktivis kemanusiaan yang juga perlu mendapat perlindungan ketika menjalankan aktivitas perlindungan PMI.
Ketua DPRD kota Batam, Nuryanto, SH menyampaikan dilema persoalan PMI mengingat Batam sebagai daerah transit. Persoalan PMI adalah persoalan kita bersama. Seringkali Batam hanya menjadi lokus permasalahan sedangkan umumnya PMI berasal dari daerah-daerah di luar Batam. “Dari segi regulasi tentu ini wewenang pusat, tetapi Batam telah memiliki Perda Tentang Pencegahan Dan Penanganan Korban Perdagangan Orang…” tambah Cak Nur sapaan Nuryanto.
Irwan Setiawan dari aktivis Yayasan Embun Pelangi, memantik diskusi dengan fakta korban PMI yang telah ditangani yayasan Embun Pelangi. “Ini masalah kemanusiaan harus saling sinergi, di tahun 2022 kemarin kami sudah melayani PMI yang sudah menjadi korban sebanyak 77 orang korban. Korban dari NTB, NTT, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat…” tambah Irwan.
Diskusi berlangsung semakin menarik oleh interaksi pemantik dan peserta, ditutup tepat pukul 00.00 WIB dengan penandatanganan di atas lukisan abstrak kemanusiaan karya Seniman Batam Cak Sulis sebagai bentuk perhatian elemen masyarakat akan permasalahan PMI di Batam.*