BATAM – Probononews.com: Terkait Dugaan Pungutan Liar yang dilakukan oknum Petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan Ferry Internasional Batam Centre, Jum’at (05/08/2022) kemarin, Yohanes Adi Putra Mahardika, S.H., M.H, Ketua Lembaga Bantuan Hukum Lentera Madani Batam menyatakan siap mendampingi Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang menjadi korban.
Seperti diberitakan sebelumnya, dua orang PMI yang baru pulang dari Malaysia ketanah air melalui Pelabuhan Internasional Batam diduga dimintai biaya Registrasi IMEI sebesar RM20 (Dua Puluh Ringgit Malaysia) dan pembelian kartu Perdana sebesar Rp100.000; (Seratus Ribu Rupiah), padahal menurut peraturan yang dikeluarkan Bea dan Cukai dengan nomor PER-13/BC/2021, registrasi tidak dikenakan biaya. Jual beli Kartu Perdana atau Internet juga bukanlah wilayah tugas KKP.
Baca berita sebelumnya:
Pekerja Migran Indonesia Diduga Dipungli Oknum Petugas KKP Pelabuhan Batam Centre
Selain Siap mendampingi, ia juga turut menyanyangkan kejadian itu jika benar-benar dilakukan oknum Petugas KKP, menurutnya, PMI telah banyak berkontribusi untuk Devisa Negara.
“Jika benar hal itu terjadi, maka peristiwa itu sangat menyayat hati, melukai perasaan negara, dimana kita ketahui sendiri mengutip keterangan Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan, sebanyak 9 juta pekerja migran Indonesia (PMI) menyumbang devisa untuk negara sebesar Rp 127 triliun pada 2021 lalu.” kesalnya.
Selain bukan wewenang KKP, Alumni S2 Hukum Bisnis Universitas Gajah Mada ini menyarankan korban yakni PMI yang diduga diperas melaporkan hal tersebut ke Kepolisian terdekat.
“Registrasi IMEI itu bukan domain KKP dan seandainya juga ada pelimpahan kewenangan dari Bea dan Cukai kepada KKP, harus jelas aturannya, apalagi dalam peraturan Bea dan Cukai nomor PER-13/BC/2021, registrasi tidak dikenakan biaya, apalagi sampai jualan kartu, itu hal yang ganjil sekali, walaupun jika seandainya disebut petugas KKP seakan-akan membantu registrasi dan jual kartu dan alibi diberikan salam amplop misalnya, itu tetap melanggar aturan, contoh, bisa saja tindakan itu melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP, kecil kemungkinan hal itu diterima dengan iklas oleh PMI, pasti ada dugaan ancaman, jika diduga korban PMI itu berkenan, saya siap mendampingi membuat laporan Polisi ke Kantor Kepolisian terdekat sesuai Locus Delicti-nya terjadi,”
Yohanes Adi Putra Mahardika, S.H., M.H, Ketua Lembaga Bantuan Hukum Lentera Madani Batam
Tambahnya lagi, registrasi kartu juga bukan keharusan termaksud kebebasan PMI membeli kartu perdana dimanapun.
“Pendaftaran Imei merupakan hak bagi seseorang apakah mau mendaftarkan atau tidak karena orang tersebut yang akan mengalami resiko jika tidak daftar dengan tidak dapat menggunakan jaringan di indonesia. Dan untuk beli kartu juga hak dari orang tersebut atau PMI mahu beli di wilayah pelabuhan atau di luar sehingga seharusnya tidak ada pemaksaan, jika ada pemaksaaan, disanalah letak Pidana dan Punglinya,” Ujar Advokat Milenial ini.
Tegasnya lagi, kejadian tersebut dapat dikategorikan sebagai Pungutan liar dan dapat dipidana.
“Dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, Pengertian Pungutan Liar adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Jadi dugaan tersebut dapat dipidanakan selain menggunakan Pasal 368 KUHP,” Jelasnya.
Pria yang akrab disapa Mahardika ini menyebut telah mengantongi bukti-bukti terkait peristiwa itu.
“Ada berupa video dan lainnya, kemudian saya sedang mencoba berkoordinasi dengan korban, yakni para Migran. Nanti dari bukti-bukti yang ada sesuai dengan Pasal 184 Ayat 1 KUHAP kemudian telah disempurnakan dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, dimana dalam putusan tersebut dijelaskan bahwa penetapan tersangka harus berdasarkan minimal 2 (dua) alat bukti, ini yang kami kejar,”
Yohanes Adi Putra Mahardika, S.H., M.H, Advokat yang juga Ketua Bidang Hukum Organisasi Pemuda Katolik Komisariat Daerah Provinsi Kepulauan Riau ini.
Hingga berita ini diunggah, Andri Ayani Ilyas, Pejabat KKP Pelabuhan Batam Centre melalui konfirmasi tertulis melalui pesan daring WhatsApp pada Sabtu (06/08/2022) mengatakan akan memverifikasi hal tersebut, namun redaksi ini belum mendapat hasil verifikasi yang dimaksud Andri. (rom/red)